Setelah di blog ku yang kemarin membahas tentang
apa itu APBN dan dari mana saja sumberpendapatan negara, dan apa saja yang
termasuk belanja negara. Sekarang aku mau ngebahas tentang pencairan dana untuk
belanja negara. Dalam melakukan anggaran belanja negara terdapat 2 mekanisme
dalam melakukan pembayaran/pencairan dana DIPA yaitu dengan metode Pembayaran
langsung (LS) atau pun dengan metode Uang Persediaan (UP).
Sesuai dengan bagan diatas maka mekanisme
pembayaran terbagi 2 yaitu melalui :
- Uang Persediaan (UP):
adalah uang muka
kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk
membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran
yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme
pembayaran langsung
- Pembayaran Langsung (LS):
pembayaran yang
dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar
perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja
lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung.
Untuk pembayaran atas APBN/APBD bisa dilakukan
setelah barang/jasa diterima.hal ini sesuaoi UU NO 1 TAHUN 2014 PASAL 21 Ayat
(1).
Pada Dasarnya sebenarnya Pembayaran atas beban APBN pada prinsipnya dilakukan
dengan Pembayaran Langsung (LS);
Melalui
pembayaran LS maka memenuhi prinsip efektivitas, transparansi dan akuntabilitas
pengeluaran negara, karena :
Ø Prestasi dari belanja berupa barang dan jasa telah
diterima oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
Ø Pembayaran ataupun pencairan dana APBN dari kas negara
dilakukan langsung melalui transfer kepada rekening penyedia barang/jasa;
Ø Bukti-bukti sah sebagai dasar pembayaran dan pencairan
dana tersedia pada saat uang negara di cairkan.
Pembayaran LS ditujukan
kepada :
- Penyedia barang/jasa atas dasar perjanjian/ kontrak .jika kepada penyedia maka hanya diperlukan bukti-bukti pekerjaan yang telah dilkukan, atau barang yang telah diterima seperti kwitansi, surat keterangan pajak,dll
- Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan.harus ada surat keputusan, dan daftar penerima pembayaran,serta bukti pendukung lainnya
Dalam pembiayaan DIPA juga tersedia Uang
Persediaan, seperti yang tertera pada UU no 1 tahun 2004 pasal 21 ayat (2)
yaitu: Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/ SKPD kepada PA/KPA
dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran
Prinsip pembayaran UP :
- UP merupakan pengeluaran negara yang bersifat transito, mengingat pada saat pencairan dana UP belum ada prestasi barang/jasa yang diterima negara
- Pembayaran melalui UP merupakan pembayaran untuk keperluan operasional kantor yang disediakan sehari-hari dalam jumlah yang relatif kecil dan tidak direncanakan (contoh : keperluan konsumsi rapat, penggandaan dokumen, biaya perjalanan dinas).
- UP bersifat petty cash, yaitu uang persediaan dalam jumlah tertentu yang tersedia untuk pembayaran yang relatif kecil (maksimal Rp 50 juta per bukti pengeluaran).
•
Atas prinsip tersebut di atas, besaran UP perlu dibatasi dengan alasan :
Ø Meminimalkan cash idle untuk pengelolaan kas
yang sehat;
Ø Meminimalkan resiko kerugian negara pada Bendahara
Pengeluaran;
Ø Mendorong KPA/Satker melakukan perencanaan dan
manajemen keuangan yang baik.
•
Pengelolaan UP (diantaranya
menerima, mencatat, menguji tagihan, mengajukan pengisian kembali serta
melaporkan penggunaan UP) menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran
Pengajuan
UP :
- UP diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran belanja barang, belanja modal, atau belanja lainnya.
- KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional Satker dalam 1 (satu) bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP
- Besaran UP paling banyak:
Ø Rp
50 jt untuk pagu jenis
belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp. 900jt
Ø 100 jt untuk pagu jenis belanja yang
bisa dibayarkan melalui UP diatas 900 jt s.d 2.400 jt.
Ø 200 jt untuk pagu jenis belanja yang
bisa dibayarkan melalui UP diatas 2.400 jt s.d 6.000jt.
Ø 500
jt untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas 6.000juta.
Penggantian
UP (GUP) :
- Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian (revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA.
- Penggantian UP sebagaimana dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50%
- Setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen)
- Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas UP berdasarkan surat perintah bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA
- Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- dapat melebihi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- SPBy sebagaimana dilampiri dengan bukti pengeluaran
Ø kuitansi/bukti
pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan
Ø nota/bukti
penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang
telah disahkan PPK
Ø Bendahara
Pengeluaran selanjutnya menyampaian daftar rincian permintaan pembayaran (DRPP)
atas pengeluaran yang dibayar melalui UP kepada PPK untuk pembuatan SPP GUP/GUP
Nihil.
Ø DRPP
dilampiri bukti pengeluaran dan SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.
Ø PPK
menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian kembali UP
Ø GUP
Nihil adalah merupakan pengesahan /pertanggungjawaban UP \ yang sudah membebani
DIPA (biasanya dilakukan pada akhir periode tahun anggaran)
Penyetoran
sisa UP :
- Bendahara Pengeluaran selanjutnya menyampaian daftar rincian permintaan pembayaran (DRPP) atas pengeluaran yang dibayar melalui UP kepada PPK untuk pembuatan SPP GUP/GUP Nihil.
- DRPP dilampiri bukti pengeluaran dan SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.
- PPK menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian kembali UP
- GUP Nihil adalah merupakan pengesahan /pertanggungjawaban UP \ yang sudah membebani DIPA (biasanya dilakukan pada akhir periode tahun anggaran)